Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Dinamika Politik dalam Pemilihan Kepala Desa

Dinamika Politik dalam Pemilihan Kepala Desa

Perhelatan pesta demokrasi Pemilihan Kepala Desa atau biasa disingkat PILKADES adalah sebuah pesta demokrasi dalam ruang lingkup kecil dan tidak sebanding dengan pemilihan kepala daerah seperti bupati, walikota dan gubernur yang memiliki ruang lingkup besar.

Namun sekalipun Pilkades ruang lingkupnya kecil, namun dalam proses pemilihannya sering terjadi ketegangan dan gesekan konflik antar kubu pendukung calon kepala desa, atau antara pendukung salah satu kubu dengan panitia pelaksana pemilihan. Ketegangan ini tak jarang tetap terus berlanjut, sekalipun pemilihan telah usai.

Apalagi ditambah dengan maraknya praktek kotor politik uang yang sering terjadi dalam proses pemilihan kepala desa, sedangkan praktek politik uang itu sendiri mutlak di larang oleh Undang-undang, ketentuan pidana mengenai politik uang ini termaktub dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 187A ayat (1), bahwa setiap orang yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan untuk mempengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu diancam paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

Apabila politik uang terus terjadi, maka masyarakat akan beranggapan bahwa kandidat kepala desa adalah ia yang bermodal. Pertarungan politik hanya akan di menangkan ia yang bermodal besar, dan bagi yang bermodal kecil akan kalah, sekalipun dapat menang namun kesempatannya akan sangat kecil. Dan bukan hal yang tidak mungkin jika akan menimbulkan tindakan negatif seperti halnya tindakan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Karena ketika dalam berkampanye seorang calon pasti menggelontorkan dana yang besar, dari hal itu akan sangat mungkin terjadi ketika seorang yang terpilih menjabat akan melakukan tindakan korupsi, untuk mengembalikan modal yang telah di keluarkan sebelumnya pada kampanye sebelumnya.

Untuk mencegah hal itu, masyarakat harus cerdas dalam memilih pemimpinnya, tolak ukur memilih adalah dengan melihat apa saja gagasan, visi misi, dan rekam jejak seorang calon kepala desa. Bukan amplop, harta kekayaan, dan janji-janji manis semata yang menjadi tolak ukur dari mumpuni atau tidaknya seorang kepala desa dalam memimpin pemerintahannya.

Karena jika hanya janji manis dan hanya solusi yang dicari, tanpa adanya aksi nyata dan bukti nyata maka akan sulit untuk mencapai kesejahteraan, namun apabila janji-janji kampanye di ikuti dengan aksi nyata, dan kerja maksimal, maka akan tercipta sebuah perubahan menuju arah kemajuan yang jelas, dan terciptanya desa yang sejahtera secara sosial, berdaulat secara politik, dan berdaya secara ekonomi.

Ketika proses pemilihan kepala desa tidak di warnai dengan praktek-praktek negatif, besar kemungkinan pemimpin akan berpeluang besar menjadi pemimpin yang jujur, adil dan mumpuni dalam memimpin pemerintahan desa. Karena dalam menciptakan pemerintahan desa yang berdaulat, membutuhkan keteladanan dan contoh yang baik dari seorang kepala desa itu sendiri.

Semoga dalam pemilihan kepala desa yang akan terselenggara di beberapa desa wilayah kecamatan randuagung ini, masyakarat dapat memilih pemimpin yang mampu memberikan kinerja terbaik bagi rakyatnya, serta dapat memimpin desa dengan arif dan bijaksana. Dan siapapun yang terpilih nantinya, dapat menjadi pemimpin yang dapat membawa desa ke arah kemajuan.

Post a Comment for "Dinamika Politik dalam Pemilihan Kepala Desa"