Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Tragedi Arema: Fanatisme Supporter dan Indikasi Pelanggaran HAM dalam Penanganan Kerusuhan

 

Segenap Keluarga Besar Organisasi Sosial Randuagung Community Turut berduka cita atas Wafatnya Saudara/i Supporter Bola Aremania di Stadion Kanjuruhan Malang.

Pada tanggal 01 Oktober 2022 Pukul 20.00 WIB kedua Klub Bola Arema dan Persebaya melangsungkan Laganya di Stadion Kanjuruhan Malang, bagi sebagian besar masyarakat Indonesia sudah tidak asing lagi dengan kedua Klub legendaris ini, apalagi dengan kedua Pendukungnya yakni Aremania dan Bonek yang memiliki perseteruan sengit sejak dulu. Konflik antar keduanya adalah hal yang biasa, dan tak jarang melibatkan Kontak fisik antara masing-masing supporternya. Tidak ada satu orang pun yang menghendaki kematian massal yang sebagaimana terjadi pada para Supporter Bola di Stadion Kanjuruhan Malang ini, namun apa mau dikata ketika takdir berkata lain dan kejadian tersebut tidak dapat dihindari. 

Kerusuhan ini menuai pro-kontra di tengah masyarakat, sebagian orang sangat menyayangkan kejadian kerusuhan ini. Dalam hal kerusuhan ini rupanya dipicu karena Persebaya lebih Unggul dari Arema selaku Tuan rumah, dengan skor 3-2. Ya, yang namanya Kompetisi haruslah tentang Skill dari kedua Klub, kalah menang adalah hal yang biasa dalam suatu pertandingan/kompetisi. Bukan malah membuat rusuh pertandingan hingga banyak menghilangkan Nyawa dari para Supporter, dengan Jumlah 180 Orang (data ini diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Malang), belum lagi Korban yang mengalami luka-luka.

Kemana Arah Sepak Bola Indonesia?

Sepak Bola dan perpolitikan bukanlah suatu kesatuan yang dapat seiring sejalan. Namun, dalam kenyataannya Sepak Bola di Indonesia menunjukkan wajah yang berbeda keduanya saling berhubungan erat. Mengapa demikian? Mari kita lihat bagiamana proses pemilihan Ketua Umum PSSI sudahkah memenuhi Asas Keterbukaan? Belum lagi sistem Feodal yang ada di dalamnya, lah Buktinya? Maaike Ira Puspita selaku Wasekjen PSSI adalah Ipar dari Ketua Umum PSSI. Gimana? Ah, sudahlah.
Sampai sini paham kemana arahnya?

Kok bisa banyak Nyawa Menghilang?

180 Korban Meninggal adalah angka yang sangat fantastis dan sangat di luar dugaan, dan baru kali ini dalam sejarah Sepak Bola Indonesia kerusuhan yang memakan banyak korban jiwa.

Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Muhadjir Effendy menyesalkan tragedi kerusuhan suporter tersebut.

“Mudah-mudahan ini menjadi pelajaran, dan tidak terjadi lagi. Korban di Rumah Sakit dilayani gratis, ada santunan dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Jatim dan Pemkab Malang,” katanya.

Mengenai kerusahan tersebut, Muhadjir menjelaskan aparat Kepolisian tengah melakukan investigadi dan mengumpulkan fakta lapangan. “Presiden meminta dilakukan investigasi secepat mungkin dan harus ada yang bertangungjawab. Sementara Liga Sepak Bola dihentikan,” ujarnya.

Kecacatan penanganan Kerusuhan Oleh Pihak Pengamanan menjadi penyebab utama dari banyaknya Korban jiwa dalam kerusuhan ini, karena sebagaimana Pedoman keselamatan Stadion, FIFA melarang Petugas Pengaman atau dalam hal ini pihak Pengamanan (TNI-POLRI) dilarang membawa dan menggunakan Gas Pengendali Massa karena hal ini bertentangan dengan Hak Untuk Hidup seperti yang termaktub dalam Pasal 6 Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik.

Selain itu Polisi telah melanggar Pasal 2 ayat (2) Perkapolri Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian menyatakan bahwa: “Penggunaan kekuatan harus melalui tahap mencegah, menghambat, atau menghentikan tindakan pelaku kejahatan atau Tersangka yang berupaya atau sedang melakukan tindakan yang bertentangan dengan hukum.”

Apa gunanya para Polisi menembakkan Gas Air mata ke Tribun? Sedangkan situasi di Tribun sedang Penuh dan Sesak oleh Penonton yang tidak turun ke lapangan dan ikut dalam kerusuhan. Gabut ta sampean, pak? 

Disisi lain Pihak TNI-POLRI telah melanggar Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia yakni pada Pasal 11 ayat (1) huruf g Perkapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Polri menegaskan bahwa: "setiap anggota Polri dilarang melakukan penghukuman dan tindakan fisik yang tidak berdasarkan hukum (corporal punishment)".

Penulis disini tidak memihak pada siapapun karena bagaimanapun tiap pihak yang terlibat memiliki kesalahan dalam hal ini. Antara lain:
Penonton atau Supporter bersalah karena turun ke lapangan, yang mana hal ini akan dianggap sebagai ancaman oleh Aparat Keamanan. Aparat Kemanan juga bersalah karena tindakannya dalam menggunakan Gas Air Mata dalam menghalau atau mencegah Penonton yang turun ke lapangan dan juga penonton yang berada Tribun dan tidak turun ke lapangan. Pihak Panitia Pelaksana (panpel) juga bersalah karena menjual tiket melebihi kapasitas Stadion. Pihak Operator Liga juga bersalah karena telah menolak perubahan jam bermain pada sore hari.

Namun bagaimanapun fakta tetap harus diungkap dan kasus ini harus tetap diusut, jangan sampai kematian 180 Orang Supporter ini menjadi hal yang sia-sia, berakhir tanpa kejalasan dan tanpa pengungkapan kebenaran oleh Pemerintah dan PSSI selaku pihak yang paling bertanggung jawab dalam hal ini

Lantas bagaiman kedepannya? Bagaimana solusi dari Negara sebagai Pihak yang Bertanggung Jawab atas kejadian ini? Kita lihat saja, bagaimana tindakan Pemerintah dan pihak PSSI.



Untuk para Almarhum dan Almarhumah yang  wafat dalam Tragedi ini. Al Fatihah.......

Post a Comment for "Tragedi Arema: Fanatisme Supporter dan Indikasi Pelanggaran HAM dalam Penanganan Kerusuhan"